Sunday, February 14, 2021

kopi wis entek, dan udud gari siji

 

Entah bagaimana saya bisa menghabiskan hampir 3bulan di dalam rumah saja. Hanya saya dan seruangan 2x3meter persegi. Saya sendiri bingung.

Banyak tulisan mengendap di dalam laptop ini. Banyak ide2 mengendap di kepala ini. Juga banyak sekali deposit mimpi2 didepan sana.

Sejenak.. saya membuka laptop, lalu

Menghela nafas.. merasakan bau apek bantal guling saya, sambil menutup mata.

Lampu remang-remang. Bau kopi panas bercampur dengan bau tanah diluar karena memang hujan angin mobat mabit. Di sudut ruangan lain celoteh penyiar mengudara, playlist kala itu yang asik menemani sore saya. 

sungguh sore yang, muashoook buat galau.

Setelah saya membuka arsip2 di dalam laptop ini, penuh dengan tulisan2 ngambang. Yang saya sendiri bingung harus menyelesaikanya secara kekeluargaan atau secara adat ? Menjelajah ke seluruh arsip tulisan yang lucu bikin gemes, mengingat masa2 dulu nulis itu wangun sekali tapi kalau dibaca lagi 2-3tahun kemudian, blas ra mashokkk.

Saya sebenarnya gatau bagaimana patokan tulisan bagus atau enggak itu bagaimana, saya ndak faham. Karena saya nulis ya nulis saja. Asal saya bisa menginterpretasi semua isi pikiran saya ini ke bentuk tulisan, itu sudah prestasi buat saya. Saya raduongg dengan tips2 yg di berikan penulis2 terkenal, juga saya ga pernah baca literatur tentang menulis yg baik dan benar, blass.

Tapi saya selalu takjub gimana penulis2 terkenal itu bisa mengubah sebuah tulisan hitam diatas putih saja, bisa menghipnotis pembaca. Mereka tidak hanya mengeluarkan isi kepala namun juga daging, kadang2 isi perut, isi dompet, dituliskan secara manis.

Gumun? Memang saya selalu gumun dengan penulis2 idola saya, apalagi dengan gaya bahasa campuran jawa/jogja gentho. Selain itu mereka bisa mengubah sebuah objek kecil menjadi cerita yang asik untuk dibaca dan dinikmati ketika sore hari bersama kopi dan gedang goreng.

Saya tutup laptop ini, tulisan ini belum selesai..

Beberapa waktu saya tinggal, tidur.. makan.. dan hidup..

Menikmati hari2 kosong.

Hingga kopi panas tersaji lagi, saya masih bingung tulisan ini mau mengarah kemana. Dengan stagnansi korona masih merongrong negeri ini. Yang katanya pemerintah bisa megendalikan pandemi ini dengan baik, tapi kasunyatanya..,  Juga prahara awal tahun 2021 marai tambah nggrantes neng ati.

Memang mumet kalau mikirin semua masalah besar di dunia ini. Mikirin isu ini belum selesai, selang beberapa hari isu lain muncul. Drama lagi. Nyalahin pemerintah lagi. Kecewa sama konstelasinya, buat sesuatu lalu upload ke media sosial, viral. Ketangkep nangis.. ampun2.

Lucunya kehidupan ini nggak melulu soal hal besar negara atau perang dagang china dan amerika.

Ada tentang mubeng ringroad. Minum kopi hingga fajar, gojek karo kancane. Mbakmi ro kancane. Ndengerin wayang pake radio lawas. Muter kaset musik, musisi favorit. Tentang mikirin mantan, mikirin gimana caranya bisa balikan. Tentang masa lalu penuh canda tawa bersama kawan yang tidak tahu arah kehidupan ini akan mengalir.

Kadang masa lalu dan masa depan nggak ada korelasinya, nggak nyambung blas. Kadang dulu berat, sekarang tambah berat. Kadang senyum2 sendiri. Kadang tak semangat, naik turun pitam. Naik turun mood. Tak ada yang pasti.

Dulu bahagia, tidak menutup kemungkinan sebaliknya akan terjadi.

Tak ada yang pasti, mas. Hidup ini, nikmatin aja yang sedang dijalani. Karena dalam matematika itu ada peluang tak terhingga.

“sante wae mas.. nggak usah serius2, mung urip we kok le” kataku ke kancaku. Dia mengernyitkan dahi, bukan karena kebingungan.

Namun kepeseng yang sudah kepentut-pentut mendengar apa yang saya katakan barusan. Saya ditinggal bali. Dengan kopi wis entek, dan udud gari siji(udu parikan).