Tuesday, April 28, 2020

selamat pagi nona..

       Petir menggelegar dan serentetan kilat menyambar-nyambar, hujan ubahnya seperti air laut yag ditumpahkan.Kopi espresso yang kupesan sejam lalu nampak tinggal ampasnya saja, tak lama hujan mereda menyisakan ricis-gerimis, membasahi jalanan dan bangunan kota membuatnya berkilauan berbinar terkena air hujan. Cafe itu terletak dijalan utama.

       Aku melihat keluar cafe Italia itu, halte didepan nampak penuh dan berjejal orang menunggu bis atau sekedar meneduh menunggu hujan benar-benar reda. Kulihat kau berdiri diantara kerumunan itu , berbalut blazer abu-abu, celana hitam dan syal hitam melingkar dilehermu.

       Aku bergegas keluar di pintu cafe, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Eeeeeenzy!”

       Lalu bayangan tubuhku berusaha bersembunyi di belakang pekatnya mendung sore, jatuh bagai tetesan air mengenai dahan-dahan.

       Kau membalasnya dengan anggukan manja, dan ku isyaratkan kau untuk menunggu kedatanganku. Kubuka payung hitam hadiah sabun cuci piring itu, melangkahkan kaki keluar cafe berjalan dibawah tetesan gerimis dan menyebrang jalan protokol kota.
       
       “Hujan,” katamu sambil tersenyum

       “ya, nona dan kau tampak kedinginan jadi mari bergegas kuantar kau pulang”

       Kau berdiri disampingku dibawah naungan payung hitamku, aku mulai merasa tak waras, badanku panas dingin tak karuan, jantung mulai memompa lebih kencang.
Kau dan aku mulai berjalan di sepanjang trotoar, kau berceloteh apa saja,tak jarang kau tertawa kecil mendengar gurauanku. Aku masih memperhatikanmu, segala tingkahmu, dan menikmati bentuk keindahan tuhan yang dititiskan padamu. Kau begitu berkarisma dan terlihat menerimaku dengan sukacita.

       Setelah melewati dua blok lagi, lalu belok kiri. Perjalanan ini terasa sangat singkat, tak terasa. Di trotoar kota ini tiba-tiba kau menggenggam tanganku, yang sontak membuat mukaku merah padam, dan kau seolah seperti biasa saja. Untuk pertama kalinya kau menggenggam tanganku begitu erat.

       “sore yang dingin, ya. Apa kau mau mampir sebentar ke rumahku, untuk minum teh” katamu lembut

       “boleh, lagipula kopi esspreso tadi hanya menghangatkanku sewaktu di Cafe. Dijalan, menghangatkan badan hanya perlu melihatmu, selepas ini jika berpisah denganmu aku akan kedinginan. Maka minum teh dirumahmu itu ide bagus, bisa menghangatkanku untuk berjam-jam kedepan”

       “baiklah, kau takkan kubiarkan memandangiku agar kau kedinginan” balasmu, disambut dengan tawa renyahmu

        Di ujung jalan nampak pagar rumahmu. Payung sudah ditutup hujan  sore telah reda, menyisakan cahaya temaram senja diujung barat.

       “apa boleh aku duduk disini?, sofamu nampak seperti cheesecake

       “ohh tentu, kau boleh duduk dimanapun kau suka” balasmu sambil nyengir

        “baiklah”

       “tunggu sebentar, aku akan ganti baju dan menyiapkan teh untuk kita berdua” katamu, menaiki tangga ke kamarmu

       “dengan senang hati, aku akan menunggu nona cantik!” sahutku, memandangi perapian rumahmu

Tak lama berselang, kau datang membawa dua cangkir earl grey tea dan duduk bersebelahan denganku memandangi perapian.

       “apakah aku boleh memegang tanganmu lagi?”

       “tak boleh, kau harus membayarnya di kantor pajak, yang pelayannya nyonya tua berkacamata kecil”

       “tentu saja aku akan membayar..”

       “ohh ya, kau pasti akan kena omelnya karena terlambat dan jatuh tempo”

       “Kita pergi ke sana berdua. Setelah itu kita bisa berjalan-jalan di pinggir sungai dan dermaga, dan kau tak bisa menolak” kataku, sembari memegang perlahan tangan halusnya

       “kita bisa berjalan-jalan ke Rue Vielle du, dan menikmati senja di Place du Trocadero”

       “Boleh. Kita bisa jalan kemana pun kita mau dan berhenti di salah satu kedai kopi di mana kita tidak kenal siapa-siapa dan tak ada orang yang mengenal kita juga; lalu menikmati secangkir kopi”

       “atau beberapa cangkir”

       “setelah itu kita bisa makan di tempat lain”

       “jangan, kita harus menggunakan uang itu untuk membayar pajak ini” katanya, senyum dan menunjukkan tangannya yang tergenggam erat

       “Kalau gitu kita pulang setelah minum kopi dan makan di rumah, ditemani sebotol anggur murah dari kantor koperasi di seberang jalan. Setelah itu kita bisa membaca buku-buku yang baru saja kupinjam, lalu pergi tidur dan bercinta.”

      “dan kita akan saling mencintai untuk selamanya”

      “selamanyaaaa.. ya ,selamanyaaa..” kau lalu mendekatkan bibir merahmuda itu ke bibirku...
                                                                           
                                                                        
                                                                            ***

..dan aku tersentak , terbangun dengan bibir dipenuhi air liur. Fotomu masih terpampang jelas di dinding kamarku dan aku terbangun dari lelap. Kulihat jam masih pukul tiga dini hari, kantuk masih di pelupuk mata.

“Selamat pagi nona," kataku. "semoga harimu menyenangkan..” kulontarkan kata itu, sambil tersenyum melirik fotomu.

       Kulanjutkan tidurku dan berharap bertemu lagi denganmu lagi di mimpi, itu satu-satunya caraku untuk bisa mencintaimu karena aku takkan sampai hati untuk  menyentuhmu. Nona,



                                                                            ===


             
       
                                                                                                                              Bersambung..
    



Saturday, April 25, 2020

Dispenser Tengah Malam

*jangan lupa takut, kisah horor.. ceritanya..


sore itu kegaduhan terjadi dirumah ini, dispenser warna hijau itu mendadak tak berfungsi, padahal itu baru saja dibeli dengan harga yang tidak murah. Tetapi kejadian sore itu benar-benar membuat gaduh seluruh isi rumah.

"waduh..pak. ini dispenser kenapa ya? kayak bocor tapi, kan ini baru saja dibeli beberapa minggu lalu" tanya ibu

"bapak juga ndak tau bune, dari kemarin juga iki air e ndak ada yang minum tapi habis sendiri" timpal bapak, sedikit kebingungan

"sik.. sik, bu.. coba ini tak pindah e dulu. air galon e sama dispenser e"

"yawis, pak.. besok pagi tak manggil mas tarno buat mbenerin itu"

"yaah.. ya ndak papa bu" pungkas bapak sambil membereskan kekacauan sore itu.

dispenser itu tiba2 tak berfungsi, entah karena bocor atau penyebab lainnya.. setelah beberapa saat diangkat. Seluruh penghuni rumah tak dapat minum. Mereka terpaksa harus masak air untuk kebutuhan selama dispenser itu belum beres.

"le.. masak air ya.. buat malem iki, biar kita ndak haus nanti malem" perintah ibu pada purwoto, si sulung.

"nggih, buk.. tak masak e abis ini" timpalnya

sore berganti malam.. air sudah tersedia, untuk minum hasil masak air purwoto. dispenser sudah beberapa kali diperbaiki bapak tapi tak urung benar. Hingga bapak hilang kesabaran dan menelantarkan dispenser tersebut. bapak yang jg berprofesi sebagai pegulat WWE.. men-smack down si dispenser hingga KO, dispenser tersebut lalu dibuang  dan dibakar oleh bapak, namun sebelumnya di banting dan di rusak dahulu karena saking jengkelnya.

"lah.. pak kok dirusak, mas tarno besok jadi mbenerin lho?"

"dahlah bune.. besok beli yang baru wae, sekarang ini ndak usah dipake" ujar bapak

malam itu, dispenser sudah rusak dan tak bisa dipakai sepenuhnya. Malam itu keluarga bapak tanpa adanya dispenser. Dispenser itu kadang rusak karena terlalu over dalam penggunaannya. Ia lelah karena terus menerus harus memuntahkan isi galon, manusia2 tak tanggung2 dalam mengisi botol minum atau sekedar buat mie.
dalam hati, dispenser lelah dan ingin beristirahat sejenak karena pemakaian yang terlalu berlebihan. Tetapi malah manusia tak menghargainya dan tak melihat jasanya.. padahal ia hanya ingin beristirahat sejenak, tapi malah ia dibunuh.. dengan cara sadis dan harus mati pada sore itu. Arwahnya tak tenang dan gentayangan.

dua hari kemudian, ibu membeli dispenser baru.
Malam itu mas purwoto tak bisa tidur, karena galau, ia diputuskan oleh Sri. Sesekali ia ke dapur untuk mengambil air minum dari dispenser baru itu yang sudah terisi airgalon, Kamarnya hanya berjarak tiga langkah dari dapur, dan ia kembali ke kamar untuk kembali ke layar tepatnya. Hampir tengah malam. Ia berjalan gontai, sambil tak bisa membendung air mata yang turun ke pipi.

Ia tetap terjaga dimana anggota keluarga lainnya sudah terlelap. dan pada malam itu ia sendirian di kamar. Dengan perasaan yg gundah gulana, galau alang tak kepalang.
tiba-tiba.. dari arah dapur ada suara..

*blubuk..blubuk..blubuk..
(suara dispenser kalo lagi ngisi air)


"aneh, perasaan wis pada turu, dan lampu dapur juga mati.. kenapa ada orang ngambil air minum ke dispenser malem2 begini" gumamnya dalam hati.

ia lalu berjalan ke dapur untuk menengok siapa yang malam2 begini mengisi air dari dispenser. ia berjalan keluar kamar.. lalu masuk ke dapur.. perlahan2, suara dispenser itu masih ada.. tapi tak terlihat siapa gerangan yang mengambil air, karena lampu belum dinyalakan. Saat  Purwoto menghidupkan lampu, dan..
(ternyata sri) *ya bukanlah.. ngapain Sri malem2 ke rumah Purwoto

suara itu masih ada.. dan tak ada orang yang mengambil air di dispenser. Bulu kuduk Purwoto berdiri, ia takut tak karuan, jantungnya berdegup kencang, seperti saat2 pertama kali chatnya dibalas oleh Sri.. ia malah nostalgia bersama Sri disaat-saat kaya gini..

*blubuk..blubuk..blubuk..

suara itu masih ada dan dispenser nggak ada yang make. Purwoto lalu langsung ngibrit ke kamar dan tetep nangis.. ia langsung ke kasur dan menutup semua badannya dengan selimut. didapur suara itu masih menggema.. dan terus menerus. membuat purwoto semakin ketakutan suara itu mirip suara Sri yang sedang sendawa. Ia takut dan terbayang2 oleh bayangan mantannya itu, membuat peler dan dadanya kembang dan kempis.

dispenser baru itu dirasuki oleh dispenser lama yang arwahnya tak tenang.. lalu gentayangan, dan biasanya dispenser yang gentayangan itu ke rumah2 orang yang punya air galon dan sering menyuarakan diri pada saat suasana sunyi dan malam hari.. hampir tengah malam. 

*blubuk..blubuk..blubuk..


                                                                  -tamat-



Friday, April 24, 2020

cerpen waton : Serdadu Tempur


halo semuanya
kembali lagi di edisi cerpen waton.. cerita pendek hasil buah pikiran saya.. tapi jangan berharap lebih dengan karya saya ini, karena saya kuraang lebih waton (ngasal).. tapi insyallah bermakna,, jika anda memaknainya.. 😀
 ...yah walaupun tak sebagus Tere Liye atau Pramodya Ananta Toer, lebih baik memulai daripada tidak sama sekali. selamat , membaca. i hope u like it.

                                                                   Serdadu Perang
                                                                  

Suara letusan peledak dan tembakan senapan laras memecah suasana lengang malam itu, para serdadu seperti Pahang berlari dan menembak memuntahkan seluruh isi perut senapan yang ku pegang ini, berpuluh-puluh selongsong peluru berkelontangan.
“majuu!! Serang.. habiskan luluhlantahkan mereka, seolah kau sedang menikmati kue hangat dalam pelukan ibumu!” pekik lantang letnan Untung mengomando seluruh anggotanya untuk terus maju.
BOOM!!! Letusan ranjau terinjak.. desingan peluru malam itu seperti alunan musik melankolis, menimbulkan perasaan resah, sunyi, dan sendu.
“sial! Kenapa mereka tidak menyerah saja..” gumam Pahang pada Santoso
“hey, apa kau disini hanya untuk menyerah?”
“jika aku diberi kesempatan untuk mengumpat didepan komandan mereka aku juga akan merontokkan giginya hingga ia lari terkencing-kencing.. bajingan!”
“hahaha.. sudahlah, kau jangan banyak bicara.. mereka kalah jumlah, selesaikan ini bung!”
Kota tua itu di tahan habis-habisan oleh pemberontak yangterdesak dan mereka terus maju. Meringsek hingga hanya berjarak beberapa meter, baku tembak terus terjadi dan semakin memanas. Serdadu yang terluka dibawa ke belakang barisan untuk mendapatkan pertolongan pertama. Serdadu lainya maju dan menambal sisi lainnya.
Perang ini mulai berkecamuk semenjak pemberontak mengambil alih kekuasaan di negara bagian ini, hanya kami yang tersisa dan kami terus berjuang, bergerilya daerah demi daerah untuk merebut satu persatu kekuasaan yang telah dikuasai pemberontak. Bangunan kota menjadi tempat berlindung, remang-remang cahaya lampu petromak hanya beradius 5 meter pijarnya, selebihnya hanya mengandalkan insting dan arah tembakan saja.
Pahang mengarahkan moncong senapan ke arah mereka, memicingkan mata tajam dan membidik, sepuluh tembakan beruntun membuat suara mengaduh kesakitan di ujung sana, tanda ada satu musuh tertembak.Tak sadar dan sedikit lalai sepersekiandetik darah segar muncrat dari badannya, dada kirinya terkena tembakan. Sialnya Pahang juga terkena tembakan.
“aaaaarrghhhh!! Sial! Keparat..”
“seseorang terkena!! Seseorang terkena!! Medis.. medis!!!” teriak santoso diantara suara tembakan
“kau tak apa Pahang?!”
“aku bisa menahan ini.. tak perlu bantuan medis, mari selesaikan ini dan menunggu bantuan datang” balas Pahang
Petugas medis biasa hanya memberi morfin dan menahan luka agar tak banyak darah tercucur, lebih baik menahan luka ini dan bersisihan dengan kawan lainnya daripada menyerah hanya dengan satu butir peluru bersarang di badanku ini, lalu menunggu kamp medis didirikan setelah ini usai.
Lima belas menit berlalu pemberontak menyerah, dan para serdadu dapat menduduki kota tua ini sesuai perintah dari pusat militer di ibukota provinsi.
Beristirahat sembari menunggu pasukan lain datang dan mengamankan wilayah ini. Tigapuluh menit kami menunggu truk pembawa serdadu lainnya datang, untuk mengamankan dan bertahan di kota tua tersebut, sehingga segala pasokan logistik menuju ke para pemberontak tidak dapat terakses dan mereka akan segera terdesak.
Pintu truk berdebam dibuka lebar-lebar para serdadu berhamburan keluar, semua sibuk di pos masing-masing. Kamp-kamp didirikan untuk membuat pos baru di kota tua tersebut. Ranjau dipasang dan semua pengamanan dipasang oleh beberapa unit lainnya. Dengan cepat semua telah berdiri kokoh.
Pahang berjalan melihat sekitar.. dan tak terasa perih di bagian bahu, dan darah merah bercucuran. Lubang di bahuku tak hentinya mengeluarkan darah.  Lalu terhenti dan duduk di samping Santoso di depan perapian.
“kau butuh air? Santoso”  celetuk Pahang
“ahh tidak.. aku sedang menikmati kedamaian sesaat ini, kemangan batin dan lahir, sebelum badai menerpa lagi, terasa sangat damai bukan.. memang perang dalam sudut pandang tertentu dibutuhkan, selain untuk mencari suatu kebenaran tetapi juga kedamaian.. perang akan selalu ada tak pernah padam”
“ehh.. kenapa kau bicara seperti itu?”
“kau tahu pahang, kita hidup seperti di permainan.. berlari, menembak, dan menang jika menang. Pekan demi pekan kita telah menguasai beberapa wilayah. Selesai merebut sini lanjut melebur ke sisi lain.. perang yang didengungkan memberi kedamaian dan kebenaran juga memiliki sisi gelap. Setelah sisi sini usai, esok kita akan merebut sisi lainnya, sisi lainnya usai kita melanjutkan ke sisi berikutnya, begitu seterusnya. Kita seperti mesin.”
“kupikir kita akan terus seperti ini selama beberapa pekan kedepan, masih beberapa wilayah di tangan para pemberontak itu. Wilayah demi wilayah mereka mulai runtuh, mereka terdesak.. ini akan segera usai..”
BRUGKKKK!! Pahang tak sadarkan diri,
Percakapan kami sesaat setelah penyerbuan dilakukan, Santoso adalah serdadu yang sama dengan Pahang anggota kompi 2 detasemen Gagakbirawa dibawah komando langsung dari pusat militer dan dipimpin oleh Letnan Dua Untung. Dia adalah sahabat karib Pahang, saat ia memasuki pelatihan dasar militer tiga tahun lalu, mereka selalu bersama dan hingga saat ini mendapat misi yang sama.
Pahang terbangun dan mendapati segala perlengkapan medis terpasang dengan disiplin di seluruh badanku,riuh ramai kamp medis pagi itu sangat gaduh. Bangunan kota tua disulap jadi markas pembantu operasi, dan Pahang terbaring dirawat oleh medis.
“ahh.. kau sudah sadarkan diri kopral, syukurlah. Santoso membawamu kemari tadi malam” suara itu memecah suasan gaduh di kamp itu, suara yang lembut dan meneduhkan hati. Wahyuni, perawat militer yang juga kekasih Pahang, merawat Pahang hingga sadar.
“Wahyuni kau rupanya.. aku sangat merindukanmu dan berharap ini segera usai, apa kau baik-baik saja? Selama berberapa pekan aku tak bisa memberi kabar padamu.. maafkan aku”
“aku baik saja, tapi aku sangat mencemaskanmu.. kau bertempur sangat keras, bergerilya pagi, siang, sore.. lalu  kita dipertemukan di kamp medis ini  kau tertembak di bagian bahu, tapi syukurlah kau masih hidup. Aku juga merindukanmu” balas Wahyuni, seraya mengganti perban dan mengganti cairan infus yang sudah mulai habis..
“tapi aku tak bisa berlama-lama disini, aku harus kembali.. kompiku berangkat fajar tadi. Dan aku malah disini tak berdaya” Pahang terduduk dan mencopoti semua yang terpasang di tubuhnya.
“kau masih terlalu lemah, kau mengeluarkan banyak darah tadi malam”
“aku akan berangkat menyusul mereka, maafkan aku wahyuni.. tapi ini sudah menjadi tugasku” ucap Pahang sambil berjalan menuju loker tempat dimana barangnya disimpan.
“tapi..kau bisa saja terbunuh jika menyusul sendiri. Aku takut kau tak kembali..” ucap Wahyuni membuntuti sang kekasih
“dengar, aku tak akan mati di sana.. aku berjanji padamu. Setelah perang usai aku akan menikahimu, itu pasti. kau anugrah terindah ku, aku juga sangat merindukanmu. Tapi aku harus kembali ke barisan” tutur Pahang
Mereka saling bertatap mesra, bak Romeo dan Juliet akan berpisah. Tatapan sendu kedua pasangan ini. Suasana riuh dan gegap gempita namun seakan sunyi. Kedua insan harus kembali berpisah setelah hanya bertemu selama beberapa jam, dan harus berpisah lagi. Wahyuni pun memeluk Pahang sangat erat. Tak terasa matanya mulai meneteskan air mata, air mata cinta.
Setelah itu, Pahang kembali ke kompinya. Ia menyusul perjalanan gerilyanya, maju hingga garis depan sendiri. Tiga jam berjalan bermodal peta gerilya. Dari kejauhan terlihat beberapa rekannya yang sedang beristirahat dan juga Santoso. Pahang lalu menghampiri da kembali ke barisannya.
Suasana Pagi itu terbilang dingin, selepas dari kota tua itu ditaklukan. Kompinya terus bergerilya. Merebut semua sisi dari para pemberontak. Alam negeri ini tak memihak para bedebah itu. Seluruh daratan di distrik ini mulai kembali, para pemberontak terdesak. Hingga pada penghujung pertempuran hidup dan mati mereka.
Pertempuran untuk terakhir kalinya akan dimulai, bertempur di benteng terakhir para pemberontak itu. Di distrik paling utara negeri ini. Kami hanya berjumlah satu kompi kurang lebih seratusan orang. Di benteng itu, ada ratusan pemberontak. Semua pemberontak yang daerahnya telah kami rebut mundur ke daerah lainnya hingga mereka terdesak ke benteng itu.
Benteng itu terletak di delta sungai, tak tau berapa jumlah personil didalamnya seberapa. Kekuatan apa saja tak tahu. Malam tiba seluruh anggota beristirahat di kamp dadakan satu koma lima kilometer dari benteng tersebut. Malam itu sangat sunyi tenang dan wingit. Esok adalah hari terakhir pertempuran yang juga akan menjadi bersejarah bagi satu kompi tersebut. Akankah memenangkan pertempuran atau malah terpukul mundur. Rencana dan strategi sudah matang. Telik sandi memberi informasi dan berbagai kabar bagus sekaligus keuntungan bagi mereka. Saat fajar tiba mereka mulai menyerbu.
“kau siap untuk hari bersejarah ini? Pahang”
“aku selalu siap untuk semua bentuk sejarah.. esok akan terpatri namaku di buku anak sekolahan, Kopral  Dua Pahang pahlawan nasional.. bla.. bla.. bla.. hahahaha”
“kau tak akan masuk, aku yang akan menghiasi semua radio-radio di negeri ini.. Pahang, kau tauu Kopral Dua Santoso. Eh.. kudengar kau akan menikah setelah ini usai?”
“yaa aku akan menikah. Dan kau akan hadir.. dan melihatku berciuman dengan wahyuni, jadi kapan aku bisa melihat kau berciuman di pelaminan.. hahaha”
Santoso hanya senyum kecut lalu menjitak kepala Pahang. Sahabat karib ini selalu bergurau sebelum operasi.

Operasi dimulai. Fajar pun tiba.. semua berbaris sesuai formasi, Pahang dan Santoso berada di garis depan. Letnan Untung mengomando agar tetap senyap dan tenang. Dua puluh menit. Mereka berhasil mengepung benteng. Moncong-moncong senjata terarah ke dalam benteng tersebut.
Jual beli tembakan terjadi cukup lama, kami kalah jumlah dan kekuatan. Mereka memiliki senjata berat altileri dan peluru tajam. kami terdesak, hanya berlindung di parit-parit atau di tempat aman. Berondongan senapan mesin menderau derau tak karuan, desingan peluru terkena besi atau tembok terdengar jelas.
“letnan bagaimana ini?!!” teriak Pahang pada letnan Untung
“entahlah disini tampak rumit, Pahang.. aku sedang memikirkannya. Kau punya granat?”
“tak tau, sepertinya aku masih menyisakan beberapa butir”
“lemparkan tepat saat mereka mengisi peluru, itu bisa memberikan jeda untuk kita maju dan masuk”
“baik, letnan..” ujarku
Sedetik, mereka mengisi ulang senapan mereka. Aku melemparkan dua granat tepat ke arah mereka. BOOOM!! Dalam sekejap mereka berhamburan.
“Majuuuu!!!!” Teriakan letnan Untung mengomando
Seluruh serdadu maju dan mulai memasuki benteng. Termasuk Pahang dan Santoso. Pertarungan jarak dekat, kompi ini jelas diunggulkan. Ini kompi terbaik yang dikirim dari pusat komando dan selama beberapa pekan terakhir mengobrak abrik berpuluh-puluh pos pemberontak seantero negeri.
Satu jam, benteng itu sudah terbalik keadaanya. Darah mngelalir dimana-mana. Tumpes tapis, puluhan pemberontak tergeletak di sana sini. Termasuk juga jasad para pejuang, para serdadu kusuma bangsa yang gugur saat itu. Termasuk Pahang. Kopral Dua Pahang yang gugur saat mengetahui ada bom di sudut benteng tersebut, ia berlari membawa bom tersebut.  Membawanya keluar dari benteng, tapi naas sebelum ia melempar bom tersebut, bom sudah meledak. Dan tubuh sang Kopral berhambur. ia gugur sebagai pahlawan, kusuma bangsa, ksatria muda.
Santoso terpukul atas kejadian tersebut. Ia meraih sepucuk surat di saku baju Pahang, dan menyimpannya, untuk diberikan kepada Wahyuni. Sang kekasih yang dicintai Pahang melebihi siapapun.
Perang telah usai, dan Wahyuni menanti kehadiran sang kekasih. Semua prajurit kompi, berpuluh-puluh batalyon sudah pulang. Kamp-kamp medis dipenuhi oleh serdadu namun ia tak mendapati sang kekasih. Hingga ia bertemu dengan Santoso.
“kau kemana..” gumam Wahyuni,
“maaf.. ada titipan surat untukmu” tatap kesedihan juga dirasakan oleh Santoso,lalu ia meninggalkan wahyuni dengan surat tersebut.
Wahyuni sangat terkejut, membawa kata demi kata surat itu. Surat dari saku baju Pahang, yang sedikit terkena muncratan darah merah. Serangan panik tenggorokannya seperti tercekat tak mampu berkata-kata, udara dari mulut tersumpal di bagian tenggorokan paling bawah, membuatnya sulit bernafas, tetesan demi tetesan air mata seirama dengan tiap kata yang tertulis. Dan juga surat belasungkawa dari pusat komando. Wahyuni ambruk dan tak sadarkan diri.
Dan saat terbangun ia mendapati  kenyataan bahwa Pahang telah tiada, sang kekasih gugur sebagai pahlawan. Terdengar kasak-kusuk, basa-bisik, bahwa sang pahlawan itu sangat berjasa di operasi ini. Namanya selalu terngiang di benak Wahyuni, kenangan demi kenangan tergambar jelas.
Seiring berjalannya waktu berjalan Wahyuni kembali pulih, ia sedikit selangkah lebih maju dari lubang kesedihan yang menghantuinya. Menlanjutkan hidup tanpa sang kekasih. Meraih asa, menggapai cita, menikmati kemerdekaan negerinya. Setelah perang usai semua bahagia dan tersenyum tapi masih ada sedikit kesedihan di hati Wahyuni. Damai dan tentram. Memang benar perang ada untuk suatu kepentingan banyak orang, mencari kebenaran, kebahagiaan, dan juga kedamaian. Teapi perang juga meninggalkan bagian gelap yang tertutup, tak terlihat tetapi ada dan akan terus ada, dan begitulah sabda alam dan hukumnya.







Wednesday, April 22, 2020

Keajaiban Dini Hari


Halo semuanya
Masih betah dirumah?
*hoammmm.. saya baru melek, jam tidur berantakan.. tiap malem sih bedagang, ehh.. begadang-_-

heyy.. jam berapa ini? astagaaaa tengah malam.. ckkckkk
kehidupan malam baru saja dimulai.

Yaap..  akhir2 ini jam tidur saya berantakan, berantakan sekali.. jadi manusia malam, cielahh manusia malam.. tapi saya hanya terduduk di kamar dengan ukuran 4x4 meter.. melakukkan aktifitas sebagai manusia rumahan, sementara waktu..

Melakukan aktifitas yg bisa saya lakukan seperti makan, baca buku, nulis artikel, liat youtube, bikin candi, berubah jadi x-men, dan masih banyak lagi.. tapi seringnya kalo malem saya lebih banyak ngulik tentang sastra, baca buku, baca2 blog, dan nulis..

Ditemani kopi hitam dan kadang2 kopi yang coklat tapi bernama ­white , sudah jelas berwarna coklat tapi masih saja manusia zaman sekarang nyebutnya white coffe.. harusnya ya, brown coffe.. saya ndak habis pikir..

 Lanjut,

Ditemani satu gelas kopi yang terkadang nambah jadi bergelas2, secara berkala menuruti kata mata yang menjadi komandan dari seluruh tubuh ketika sudah mencapai dini hari.. dari kopi-kopi tersebut dicampur hawa dingin dan suasana tenang, mengulik dan bermain2 dengan kata2 sangat asyik, sangat dalam, dan ada rasa yg sama sekali tak bisa diungkapkan.

Ketika sudah jam sudah menunjukan dini hari, hati pikiran, dan jiwa ini.. ketika menulis seperti terdorong sendiri, tangan saya seperti sudah tau mau menulis kata yang bagaimana, frasa yang bagaimana, diksi yang mana, semua terkomando otomatis mengalir begitu saja.. kalo istilah saya dari hati turun ke tangan..

Dini hari memang begitu magis, begitu wingit, begitu ajaib.. dan saya tak sendiri di malam hari, ada hewan2 malam, ada suara kereta, ada suara mantan..*wuaduhhh  saya sendiri tapi riuh rendah sunyi dan wingit, para pekerja malam.. juga menemani saya terjaga dalam menjalankan fungsinya,
 hai pekerja dunia malam, salam hormat dari saya.
Semoga anda diberkahi, di rahmati, dan tetap terjaga!!

Kadang saya juga berpikir tentang ide..ide gila.. misal, nyilangin kambing sama bekicot, kebayang ngga.. tubuhnya bekicot tapi bisa bunyi *mbekkkkk
Juga.. gimana kalo..
Ahh kebanyakan  berkhayal,

kadang juga memikirkan angan2.. memikirkan cita2 apa yang akan dicapai, berangan2 tentang masa depan, bermimpi dan masih banyak lagi..
bikin senyum2 sendiri.
*khayalan anak muda..

Ketika dini hari, ada pesan-pesan tak bisa di deskripsikan.. sabda alam.. dan juga rongrongan magis yang semuanya berhamburan tak karuan di dalam hati,
Kawan.. malam begitu menyimpan banyak misteri.
Hingga tulisan2, bisa ikut mengalir.. seperti aliran air yang mengalir.. seperti bejana yg menrima aliran aksara, dan tercucur ke dalam coretan di lini masa ini..

cobalah.. saat dini hari,kalau belum merem bisa menulis di buku, blog, word, atau apapun bentuknya.. tuangkan seluruh isi pikiran dan isi hati teman2, curahkan seluruhnya.. dan rasakan bedanya 😃
selamat mencoba ide sesat ini..

uhukkkk..
*ahh ngemeng apa to aku ini, nulis syuuuu! Bukan ngemeng..

Ya seperti itulah, perasaan saya ketika dini hari tiba..
Tetap terjaga, sampai subuh lalu subuhan.. kewajiban saya, ritual agar tetap ganteng dan sehat, renovasi hati pada pagi hari. Dan setelah matahari melek dan muncul dari balik kasur,,, ehh.. kok kasur to syu! *dari timurr

Saya merem..
Tiap hari gitu lah teman2.. akhir ini- matahari mulai melek, saya merem. Mengawali semua mimpi.. ya bagi saya mimpi harus diawali dengan tidur.. gimana mau meraih mimpi kalo nggak tidur,
lalu terbangun ketika.. suara emak pecah, di dapurr.. saya langsung *mak jegagik.. bahasa jawanya gitu, gatau bahasa indonesia nya apa..
terbangun, terloncat, terlempar dari kasur.. melanjutkan hidup yang sebenarnya masih sangat2 ngantuk..

berantakan sekali bukan, huh!
Mungkin itu cerita saya, bagaimana cerita kawan2 disana? Apa selama sosial stending ini jam tidur juga berantakan ? dan apa aja yang kawan2 lakuin pas malem hari..
Tulis di kolom komen..

Oke.. i’il think that’s all for today teman2..
I’il see you next time.
Asalamuallaikum.