Wayang kulit, budaya jawa yang hingga kini masih eksis. Sebenarnya
wayang kulit adalah satu diantara ribuan wayang yang ada di indonesia. Yang jelas
di daerah saya Jogjakarta, wayang kulit menjadi idola dan hiburan rakyat yang
ditunggu2. Bahkan dahulu sempat menjadi hiburan satu2nya. Apalagi kalau
dalangnya, dalang kondang.. dalang lucu, lakonya bagus. Ribuan penonton berbondong2 menontonya.
Tak hanya dari sekitaran tempat acara pementasan, bisa dari
daerah lain dan luar daerah. Mereka menonton sang dalang beratraksi dengan
wayang dan iringan gamelan semalam suntuk. Sekedar untuk menghilangkan penat
dan hiburan semata.
Dulu, selalu ada pementasan wayang kulit di Pabrik Gula Madukismo.
Untuk menutup serangkaian perayaan, pembukaan produksi di setiap tahun. Jarak
rumah saya dengan pabrik tidak terlalu jauh.
Dan untuk pertama kalinya saya
ketika umur 8 tahun, saya diajak bapak untuk menonton pementasan wayang kulit
secara langsung.
Karena sebelumnya, saya dikenalkan bapak dengan wayang kulit
hanya lewat radio. Setiap malam, sebelum tidur bapak menyetel wayang, semacam
pengantar tidur. Radionya pun hanya
radio murah pada waktu itu.
Semakin lama saya, semakin faham dengan tokoh, dengan
penokohanya, dengan alur ceritanya, saya faham betul.
Pada waktu itu, 10 tahun silam. Bapak menawari saya buat
nonton wayang tsb. Di Pabrik, karena bapak mendapat undangan buat nnton, karena
korelasi kantor bapak dg pabrik.
Malam dingin sekali, tapi cuaca cerah. Pukul 9 malam, saya berangkat,
dibonceng bapak dg motor suprafit biru *ngeeeenggggg... nggak sampek 5 menit,
sampai pelataran kantor bapak. Disana berkumpul teman sekantor bapak yg tua2,
yg juga mau menonton wayang tsb. Saya bener2 kecil sendiri, literally kecil
sendiri. *cielahhh,,, literally..
Waktu itu hati dan
perasaan saya menggebu2, komplikasi
antara bungah, ndeso, lugu, dan gumunan membuatku sulit menata irama jantung pada saat
itu. Dingin malam kalah telak dg atmosfer senang dalam hati.
Memaksa aku untuk tetap menunduk karena malu. Masuk ke area
penonton undangan. Di bawah tenda, aku bapak dan segenap teman2 bapak duduk di
area tersebut. Didepan panggung pementasn wayang. Walau agak jauh dengan sang
dalang dan kelir saya cukup antusias dalam menyaksikanya. Menyelesaikan pementasan
semalam suntuk.
Suara gamelan yang bertalu2 dengan pengeras suara membuat
aku takjub. Juga suara penyinden yang indah nan melankolis membuat aku menganga
takjub. Gemerlap lampu dan adeganya membuatku anemia,,, *masa anemina -_-
Menonton pementasan wayang secara LIVE!!!!, hanya satu
kata.... Wow!!! Ternyata wayang tidak sekuno dan se-ndeso yg orang2 bilang. Malah ini menjadi seperti mahakarya dari sang
maestro, gegap gempitanya memukau tak bisa berkata2,,, diam membisu
menikmati.
Setelah ceremonial pembukaan pentas, dalang
mengomando seuruh awak gamelan dan sinden dengan beberapa ketukan, ajaib. Pentas wayang kulit dimulai tanpa banyak bicara. Membuat diriku
yang masih cilik menganga, terbahak berderai, dan takjub di setiap adegan yang
dimainkan sang maestro cerita diatas panggung sana. Inilah yang
mencandu aku kecil untuk selalu menodong menuju lokasi pementasan setiap ada,
pementasan wayang kulit.
Kesukaan
saya itu, berujung saya ingin masuk pedalangan. Tapi, hal tersebut di bantah
metah2 oleh simbah saya, ketika meminta izin. Yahh.. apa boleh buat.
Namun,
keasyikan saya dan kesukaan saya terhadap dunia pedalangan dan wayang kulit
tidak berhenti disitu, berlanjut hingga sekarang. Dimana ada pementasan wayang saya selalu
menyempatkan untuk menonton barang 2 sampai 3 babak.
Seringkali,
sebulan sekali saya mneyempatkan datang ke Sasono
Hinggil setiap minggu kedua setiap
bulanya. Untuk menyaksikan pementasan wayang kulit. Kali ini saya lebih sering
sendiri. Bapak sudah tidak tertarik untuk keluar terlalu larut.
Saya menonton,
di kursi penonton. Untuk sedikit hiburan disela2 kepenatan kegiatan dan intermesso
pikiran saya.
Ekspresi saya
diperkirakan sama disetiap pementasan dimulai, seperti awal saat saya mengenal
pertunjukan ini.
Dan lagi saya
observasi dari waktu ke waktu, anak seumuran saya hanya saya sendiri, satu dua
hanya singgah memotret dan pergi,,,,*dan ini nggak banget! tidak menikmati setiap alunan gamelan,
indahnya suluk sang dalang, setiap
adegan epik, dan merdunya suara sinden menyanyikan setiap bait lagu jawa,,,,
*asekkk
Dan mungkin wayang di jaman saat ini kalah daya tariknya
dengan konser2 dan lainya. Tergerus oleh zaman modern, budaya seperti wayang
ini sering dilupakan, dan bahkan dianggap kuno. Padahal bangsa lain sangat
mengagumi setiap budaya luhur ini. Kalo bukan kita yang melestarikan, mau...
budaya2 ini diakuisisi oleh negaranya tok
dalang? Atau.. dinegara lain???
Bagi saya tetap menarik dan hidup dalam setiap usia. Memberi
refleksi kehidupan agar berbudi luhur dan menjunjung tinggi nilai2 kebaikan,
dan itu ada pada setiap tokoh wayang. Selalu hidup dalam harmoni, seperti
lakon2 dalam wayang yang diakhiri dengan harmonisasi setiap tokohnya berkumpul
dan mengucap syukur kepada Sang Hyang Widi.
Indah dan penuh makna.
thx u, and see you next time
No comments:
Post a Comment