Saturday, April 4, 2020

Cerpen waton : Misi dan Hujan

halo semuanya


kembali lagi di edisi cerpen waton.. cerita pendek hasil buah pikiran saya.. tapi jangan berharap lebih dengan karya saya ini, karena saya kuraang lebih waton (ngasal).. tapi insyallah bermakna,, jika anda memaknainya.. 😀
          
 ...yah walaupun tak sebagus Tere Liye atau Pramodya Ananta Toer, lebih baik memulai daripada tidak sama sekali. selamat , membaca. i hope u like it.

 Misi dan Hujan


Setelah beberapa bulan terakhir, Lungit hanya menjadi pengangguran. Setelah penugasan terakhirnya dikirim ke timur tengah. Menjalani misi menghentikan laju obat terlarang yang akan menuju ke kawasan asia pasifik. Sore itu selepas shalat ashar, seperti biasa ia memandikan kambing kesayangannya di halaman belakang rumahnya.

Lungit bekerja di unit intelejen negara, ia harus membaur dan juga jauh dari keluarga. Agar keluarganya aman dari ancaman. Setelah memandikan kambing-kambingnya, ia hanya duduk sambil meminum teh menikmati sajian alam di beranda rumahnya, suara ocehan sahut menyahut, suara burung perkutut, dan puisi alam yang terbentang indah nian. Rumahnya terletak di dataran tinggi, limapuluh kilo jauhnya dari ibukota provinsi. Hanya dia seorang dan beberapa hewan ternaknya.

Tiba-tiba, suara bel berdenting tanda ada yang berkunjung. Ia beranjak menuju gerbang beton, dan melihat adanya paket yang datang. Ia siaga penuh membawa pistol berkaliber 6mm di pinggangnya.

“bersiaplah untuk perang, karena pejuang akan berbicara..” ucap si kurir

“akulah jelmaan takdir..” imbuh lungit

Si kurir nampak mengeluarkana paket lalu pergi meninggalkan, pagar besi rumah kayu miliknya. Setelah, percakapan sandi intelejen tingkat tinggi untuk memastikan bahwa itu betul-betul agen tersebut.

Paket telah diterima, dibungkus dengan besek wadah tradisional dari anyaman bambu, dan didalamnya berisi bungkusan daun pisan yang berisi misi rahasia serta berkas-berkas otentik mengenai detail dari misi tersebut. Beberapa hari Lungit mempelajari berkas file tersebut, mengonsolidasi dengan bebrapa rekan di beberapa tempat. Misinya kali ini adalah menjadi mata-mata kegiatan suap oleh oknum pemerintahan.

Lungit adalah agen dari unit intelejen yang bergerak independen, dengan level kerahasiaan tinggi, tanpa kepentingan birokrasi. Dalam misinya kali ini ia harus menyusup di pertandingan di kelab petarung di ibukota provinsi, dan disinyalir sang oknum tersebut adalah dedengkot dari klub petarung tersebut dan juga akan melakukan transaksi hasil pencucian uang.

“astagaa, ternyata dia.. selama ini kucari. Langkah pertama adalah menghubungi erwin, dia pasti sedang berlibur.. di salah satu pantai di timur negeri ini, ahh santai sekali hidupnya”

Aku segera mengambil telepon genggam, lalu membuat panggilan ke erwin.

“halo, win!”

“ahh, kau lungit.. ada apa kau menelponku siang seperti ini, mengganggu saja..”

Erwin selalu seperti itu, tak jarang ia menendang bokong siapapun ketika tak mau diganggu. Terakhir kali aku bertugas dengannya, ia kencing di celana akibat di berondong tembakan ketika di Afganistan.

“aku butuh bantuanmu, kau harus pulang dari liburanmu, ada sedikit tugas lalu kau bisa kembali berlibur. Kau tahu.. ada bedebah kecil yang harus kuhajar mukanya, karena pencucian uang”

“astagaaa, demi neptunus dewa laut.. kau ini!!”

“ayolah, ini tak akan lama.. kau akan kembali berlibur dan aku..”

“kau? Kau.. kenapa? Apa yang akan kau lakukan?”

“aku akan menikah setelah misi ini, ini misi terakhirku.. tiket menikahku dengan Sekartaji”

“ahh.. seperti itu, okey.. okey.. kau mau aku pergi kemana?”

“ibukota provinsi, sore nanti.. ku tunggu di sana. Tiket dan uang akan segera ku kirim, sekarang bersiaplah. Intstruksi lainnya menyusul!”

“baiklah kau bosnya,ngit”

Telepon diakhiri setelah beberapa kalimat terakhir dan ia sedikit memakiku.. ahh erwin memang seperti itu, tapi ia adalah yang paling bisa kuandalkan.

Aku pun bersiap malam ini, membawa perlengkapan secukupnya. Setelah semua siap, aku menutup semua pintu dan mematikan kompor. Men-starter motor C70-ku, melenggang melewati lembah dan masuk ke jalanan menuju ibukota provinsi.

Motor tua, baju flanel kusut celana jins robek.. penyamaran yang sempurna, karena santai adalah jalan ninjaku. Suasana jalanan relatif ramai. Karena mungkin ini adalahakhir pekan. Aku terus memacu motor yang kukendarai sambil benrnyanyi dan berdendang. Tak akan ada yang mengira bahwa ini adalah mata-mata nomor satu, karena penyamaranku sangat santai dan natural.

Remang-remang terlihat, semburat matahari terbenam dan tertutup oleh mendung petang ini saat aku memasuki jalanan protokol ibu kota. Lima jam, berlalu di atas motor hingga pantatku terasa sangat panas seperti diatas penggorengan. Aku sampai di gudang tua. Seperti bekas bangunan pabrik yang sudah tak terpakai,namun didepannya sudah dipenuhi mobil-mobil SUV keluaran terbaru.

Aku memarkirkan motorku si antara jajaran mobil tersebut. Tiba2 ponselku berdering.

“halo, aku sudah mendarat di ibukota provinsi.. apa instruksi selanjutnya?”

“baik, nanti malam. Pukul  kau harus membackup aku di klub petarung ini, lokasinya kukirim lewat email. Beserta susunan rencana penyergapan. Bawa beberapa agen muda di markas, persenjatai mereka. Hitung-hitung ini ujian bagi mereka, gunakan seluruh alutsista yang ada. Tetap siaga malam ini. Kau akan kuhubungi bila aku terdesak”

“ahh.. baiklah, aku akan menuju ke markas. Dan bersiap”

Percakapan di telepon berakhir setelah beberapa percakapan tadi. Kali ini, misiku hanya membatalkan transaksi tersebut, dengan segala cara. Itu akan berakhir mudah bagiku.

Setelah, aku memarkir C70-ku aku menuju lobbi kelab tersebut. Tak tampak seperti klub petarung pada umumnya, lebih tampak seperti sebuah arena tarung terbuka dan disampingnya ada beberapa tribun tertutup dan terbuka. Tak ada penjagaan ketat, hanya keamanan kelas rendahan yang hanya mengandalkan otot besar. Aku melenggang mudah setelah menunjukkan id card klub petarung tersebut.

Seperti klub pada umumnya, disana sini banyak bar dan alunan musik menggema, meraung-raung. Yang sangat mengherankan adalah ditengah perkotaan dan dilahan terbuka, sampai tak tercium oleh aparat, atau memang sengaja dibiarkan karena pemiliknya adalah seorang bertakhta di sana, atau ini bisnis yang sudah legal di negeri ini?. Aku tak tahu.

Pukul tujuh malam. Tiba-tiba musik berhenti dari pengeras suara, berubah menjadi celoteh si pembawa acara. Menyebutkan jagoan yang akan bertarung malam ini. Dan penonton bersorak sorai ketika sang jawaranya keluar melambai-lambaikan tangan. Sangat gegap gempita.

Tetapi, aku tetap fokus pada salah seorang yang tak asing dan sering masuk ke media masa itu. Ialah targetku kali ini, target operasi pada misi kali ini. Ku picingkan mataku untuk terus fokus menatapnya.

Tiba-tiba ia dihampiri salah satu bawahannya dan beranjak berjalan meninggalkan arena pertandingan menuju back stage. Aku mengikutinya dari belakang perlahan namun pasti. Dan benar saja dugaanku transaksi dimulai, ia bertemu seorang yang menurutku adalah mafia kelas kakap buronan seluruh negeri ini.

Misi kali ini, sedikit berbeda karena.. dibawah guyuran hujan lebat.
Plan A, rencana dimulai. Area transaksi ku lempari granat asap. BSSSHHHH!! , asap mengepul memenuhi ruangan. Aku yang mengintip dari lubang pintu, mendobrak membabi buta menembak ke segala arah, baku tembak tak terhindarkan.

Pistolku bersemangat memuntahkan timas panas dan tertanam ke tubuh para bromocorah tersebut. Selongsong peluru berkelontangan. Sepuluh orang yang berada di dalam ruangan tewas, tersisa hanya kepulan asap dan suara mengaduh kesakitan.Termasuk tagetku dan si mafia.

Alarm berbunyi tanda bahaya, sepertinya seluruh kaki tangan mafia tersebut dan seluruh bromocorah berhamburan mengejarku. Aku berlari keluar menuju area pertandingan terbuka. Berlindung di balik tribun, menembak lalu berlindung. Lima orang terkapar. Area kelab menjadi arena pertempuran. Jeritan pengunjung dan suara kesakitan di sana sini.

Pelarianku, sudah sangat dekat dengan pintu keluar. Tembakan mereka ke segala arah. Aku berlari di tengah hamburan penonton yang keluar, berbaur dan coba menghubungi Erwin. Tiga menit berhasil keluar dan mengelabuhi mereka.

Dari arah depan, Erwin dengan mobil jeep hitam taktis. Berhenti behamburan memasuki klub tersebut. Pertempuran antara mafia dan unit intelejen tak terhindarkan. Lima menit, mereka semua sudah terkapar.

“good job, everyone”
Ucapnya sambil berlari menuju jeepnya lagi.

“kau butuh tumpangan pak tua?” ucap Erwin sambil meledek tungganganku

“ahh, tidak ini sudah lebih dari cukup.. cukup untuk membuat mulutmu diam bila ku gilas mulutmu, hahahaha” ucapku sambil terkekeh

“baiklah, itu pilihanmu”

Setelah percakapan tadi, semua anggota intelejen meninggalkan kelab tersebut. Termasuk aku. Unit penyapu akan mengurus sisanya. Dan relasi kami bisa mengarang-ngarang cerita dan bekerja sama dengan pihak polisi lokal.

Aku melenggang meninggalkan kelab tersebut. Ambulance dan mobil polisi, berpacu menuju tempat tadi, sirine mereka meraung raung memenuhi jalanan protokol ibukota malam itu. Hujan masih mengguyur tak mau berhenti, sepanjang jalanan yang ku lalui.

satu minggu setelah aksi tersebut, aku mendapat cuti dan menikah dengan Sekartaji. Pesta kebun, namun tiba-tiba hujan.

“hahahaha..” aku terkekeh bahagia semua tamu juga menikmati hujan tersebut sebagai sajian alam, serta keberkahan untuk bumi dan lingkungan.

-tamat-

No comments:

Post a Comment