halo semuanya
kembali
lagi di edisi cerpen waton.. cerita pendek hasil buah pikiran saya..
tapi jangan berharap lebih dengan karya saya ini, karena saya kuraang
lebih waton (ngasal).. tapi insyallah bermakna,, jika anda memaknainya..
😀
...yah
walaupun tak sebagus Tere Liye atau Pramodya Ananta Toer, lebih baik
memulai daripada tidak sama sekali. selamat , membaca. i hope u like it.
Misi dan Hujan
Setelah beberapa bulan terakhir,
Lungit hanya menjadi pengangguran. Setelah penugasan terakhirnya dikirim ke
timur tengah. Menjalani misi menghentikan laju obat terlarang yang akan menuju
ke kawasan asia pasifik. Sore itu selepas shalat ashar, seperti biasa ia
memandikan kambing kesayangannya di halaman belakang rumahnya.
Lungit bekerja di unit intelejen
negara, ia harus membaur dan juga jauh dari keluarga. Agar keluarganya aman
dari ancaman. Setelah memandikan kambing-kambingnya, ia hanya duduk sambil meminum
teh menikmati sajian alam di beranda rumahnya, suara ocehan sahut menyahut,
suara burung perkutut, dan puisi alam yang terbentang indah nian. Rumahnya
terletak di dataran tinggi, limapuluh kilo jauhnya dari ibukota provinsi. Hanya
dia seorang dan beberapa hewan ternaknya.
Tiba-tiba, suara bel berdenting
tanda ada yang berkunjung. Ia beranjak menuju gerbang beton, dan melihat adanya
paket yang datang. Ia siaga penuh membawa pistol berkaliber 6mm di pinggangnya.
“bersiaplah untuk perang, karena
pejuang akan berbicara..” ucap si kurir
“akulah jelmaan takdir..” imbuh
lungit
Si kurir nampak mengeluarkana
paket lalu pergi meninggalkan, pagar besi rumah kayu miliknya. Setelah,
percakapan sandi intelejen tingkat tinggi untuk memastikan bahwa itu
betul-betul agen tersebut.
Paket telah
diterima, dibungkus dengan besek wadah
tradisional dari anyaman bambu, dan didalamnya berisi bungkusan daun pisan yang
berisi misi rahasia serta berkas-berkas otentik mengenai detail dari misi
tersebut. Beberapa hari Lungit mempelajari berkas file tersebut, mengonsolidasi
dengan bebrapa rekan di beberapa tempat. Misinya kali ini adalah menjadi
mata-mata kegiatan suap oleh oknum pemerintahan.
Lungit adalah
agen dari unit intelejen yang bergerak independen, dengan level kerahasiaan tinggi,
tanpa kepentingan birokrasi. Dalam misinya kali ini ia harus menyusup di pertandingan
di kelab petarung di ibukota provinsi, dan disinyalir sang oknum tersebut
adalah dedengkot dari klub petarung tersebut dan juga akan melakukan transaksi
hasil pencucian uang.
“astagaa,
ternyata dia.. selama ini kucari. Langkah pertama adalah menghubungi erwin, dia
pasti sedang berlibur.. di salah satu pantai di timur negeri ini, ahh santai
sekali hidupnya”
Aku segera
mengambil telepon genggam, lalu membuat panggilan ke erwin.
“halo, win!”
“ahh, kau
lungit.. ada apa kau menelponku siang seperti ini, mengganggu saja..”
Erwin selalu
seperti itu, tak jarang ia menendang bokong siapapun ketika tak mau diganggu.
Terakhir kali aku bertugas dengannya, ia kencing di celana akibat di berondong
tembakan ketika di Afganistan.
“aku butuh
bantuanmu, kau harus pulang dari liburanmu, ada sedikit tugas lalu kau bisa
kembali berlibur. Kau tahu.. ada bedebah kecil yang harus kuhajar mukanya,
karena pencucian uang”
“astagaaa,
demi neptunus dewa laut.. kau ini!!”
“ayolah, ini
tak akan lama.. kau akan kembali berlibur dan aku..”
“kau? Kau..
kenapa? Apa yang akan kau lakukan?”
“aku akan
menikah setelah misi ini, ini misi terakhirku.. tiket menikahku dengan
Sekartaji”
“ahh.. seperti
itu, okey.. okey.. kau mau aku pergi kemana?”
“ibukota
provinsi, sore nanti.. ku tunggu di sana. Tiket dan uang akan segera
ku kirim, sekarang bersiaplah. Intstruksi lainnya menyusul!”
“baiklah kau
bosnya,ngit”
Telepon
diakhiri setelah beberapa kalimat terakhir dan ia sedikit memakiku.. ahh erwin
memang seperti itu, tapi ia adalah yang paling bisa kuandalkan.
Aku pun
bersiap malam ini, membawa perlengkapan secukupnya. Setelah semua siap, aku
menutup semua pintu dan mematikan kompor. Men-starter motor C70-ku, melenggang melewati lembah dan masuk ke
jalanan menuju ibukota provinsi.
Motor tua,
baju flanel kusut celana jins robek.. penyamaran yang sempurna, karena santai
adalah jalan ninjaku. Suasana jalanan relatif ramai. Karena mungkin ini adalahakhir
pekan. Aku terus memacu motor yang kukendarai sambil benrnyanyi dan berdendang.
Tak akan ada yang mengira bahwa ini adalah mata-mata nomor satu, karena
penyamaranku sangat santai dan natural.
Remang-remang
terlihat, semburat matahari terbenam dan tertutup oleh mendung petang ini saat
aku memasuki jalanan protokol ibu kota. Lima jam, berlalu di atas motor hingga
pantatku terasa sangat panas seperti diatas penggorengan. Aku sampai di gudang
tua. Seperti bekas bangunan pabrik yang sudah tak terpakai,namun didepannya
sudah dipenuhi mobil-mobil SUV keluaran terbaru.
Aku
memarkirkan motorku si antara jajaran mobil tersebut. Tiba2 ponselku berdering.
“halo, aku
sudah mendarat di ibukota provinsi.. apa instruksi selanjutnya?”
“baik, nanti malam.
Pukul kau harus membackup aku di klub
petarung ini, lokasinya kukirim lewat email. Beserta susunan rencana penyergapan.
Bawa beberapa agen muda di markas, persenjatai mereka. Hitung-hitung ini ujian
bagi mereka, gunakan seluruh alutsista yang ada. Tetap siaga malam ini. Kau akan
kuhubungi bila aku terdesak”
“ahh..
baiklah, aku akan menuju ke markas. Dan bersiap”
Percakapan di
telepon berakhir setelah beberapa percakapan tadi. Kali ini, misiku hanya
membatalkan transaksi tersebut, dengan segala cara. Itu akan berakhir mudah
bagiku.
Setelah, aku
memarkir C70-ku aku menuju lobbi kelab tersebut. Tak tampak seperti klub
petarung pada umumnya, lebih tampak seperti sebuah arena tarung terbuka dan
disampingnya ada beberapa tribun tertutup dan terbuka. Tak ada penjagaan ketat,
hanya keamanan kelas rendahan yang hanya mengandalkan otot besar. Aku
melenggang mudah setelah menunjukkan id card klub petarung tersebut.
Seperti klub
pada umumnya, disana sini banyak bar dan alunan musik menggema, meraung-raung. Yang
sangat mengherankan adalah ditengah perkotaan dan dilahan terbuka, sampai tak
tercium oleh aparat, atau memang sengaja dibiarkan karena pemiliknya adalah
seorang bertakhta di sana, atau ini bisnis yang sudah legal di negeri ini?. Aku
tak tahu.
Pukul tujuh
malam. Tiba-tiba musik berhenti dari pengeras suara, berubah menjadi celoteh si
pembawa acara. Menyebutkan jagoan yang akan bertarung malam ini. Dan penonton
bersorak sorai ketika sang jawaranya keluar melambai-lambaikan tangan. Sangat gegap
gempita.
Tetapi, aku
tetap fokus pada salah seorang yang tak asing dan sering masuk ke media masa
itu. Ialah targetku kali ini, target operasi pada misi kali ini. Ku picingkan
mataku untuk terus fokus menatapnya.
Tiba-tiba ia
dihampiri salah satu bawahannya dan beranjak berjalan meninggalkan arena
pertandingan menuju back stage. Aku mengikutinya
dari belakang perlahan namun pasti. Dan benar saja dugaanku transaksi dimulai,
ia bertemu seorang yang menurutku adalah mafia kelas kakap buronan seluruh negeri
ini.
Misi kali ini,
sedikit berbeda karena.. dibawah guyuran hujan lebat.
Plan A,
rencana dimulai. Area transaksi ku lempari granat asap. BSSSHHHH!! , asap
mengepul memenuhi ruangan. Aku yang mengintip dari lubang pintu, mendobrak
membabi buta menembak ke segala arah, baku tembak tak terhindarkan.
Pistolku bersemangat
memuntahkan timas panas dan tertanam ke tubuh para bromocorah tersebut. Selongsong
peluru berkelontangan. Sepuluh orang yang berada di dalam ruangan tewas,
tersisa hanya kepulan asap dan suara mengaduh kesakitan.Termasuk tagetku dan si mafia.
Alarm berbunyi
tanda bahaya, sepertinya seluruh kaki tangan mafia tersebut dan seluruh
bromocorah berhamburan mengejarku. Aku berlari keluar menuju area pertandingan
terbuka. Berlindung di balik tribun, menembak lalu berlindung. Lima orang
terkapar. Area kelab menjadi arena pertempuran. Jeritan pengunjung dan suara
kesakitan di sana sini.
Pelarianku,
sudah sangat dekat dengan pintu keluar. Tembakan mereka ke segala arah. Aku berlari
di tengah hamburan penonton yang keluar, berbaur dan coba menghubungi Erwin. Tiga
menit berhasil keluar dan mengelabuhi mereka.
Dari arah
depan, Erwin dengan mobil jeep hitam taktis. Berhenti behamburan memasuki klub
tersebut. Pertempuran antara mafia dan unit intelejen tak terhindarkan. Lima menit,
mereka semua sudah terkapar.
“good job,
everyone”
Ucapnya sambil
berlari menuju jeepnya lagi.
“kau butuh
tumpangan pak tua?” ucap Erwin sambil meledek tungganganku
“ahh, tidak
ini sudah lebih dari cukup.. cukup untuk membuat mulutmu diam bila ku gilas
mulutmu, hahahaha” ucapku sambil terkekeh
“baiklah, itu
pilihanmu”
Setelah percakapan
tadi, semua anggota intelejen meninggalkan kelab tersebut. Termasuk aku. Unit penyapu
akan mengurus sisanya. Dan relasi kami bisa mengarang-ngarang cerita dan
bekerja sama dengan pihak polisi lokal.
Aku melenggang
meninggalkan kelab tersebut. Ambulance dan mobil polisi, berpacu menuju tempat
tadi, sirine mereka meraung raung memenuhi jalanan protokol ibukota malam itu. Hujan
masih mengguyur tak mau berhenti, sepanjang jalanan yang ku lalui.
satu minggu
setelah aksi tersebut, aku mendapat cuti dan menikah dengan Sekartaji. Pesta
kebun, namun tiba-tiba hujan.
“hahahaha..”
aku terkekeh bahagia semua tamu juga menikmati hujan tersebut sebagai sajian
alam, serta keberkahan untuk bumi dan lingkungan.
-tamat-
No comments:
Post a Comment