halo semuanya
kembali
lagi di edisi cerpen waton.. cerita pendek hasil buah pikiran saya..
tapi jangan berharap lebih dengan karya saya ini, karena saya kuraang
lebih waton (ngasal).. tapi insyallah bermakna,, jika anda memaknainya..
😀
...yah
walaupun tak sebagus Tere Liye atau Pramodya Ananta Toer, lebih baik
memulai daripada tidak sama sekali. selamat , membaca. i hope u like it.
Serdadu Perang
Suara letusan peledak
dan tembakan senapan laras memecah suasana lengang malam itu, para serdadu
seperti Pahang berlari dan menembak memuntahkan seluruh isi perut senapan yang ku
pegang ini, berpuluh-puluh selongsong peluru berkelontangan.
“majuu!! Serang.. habiskan
luluhlantahkan mereka, seolah kau sedang menikmati kue hangat dalam pelukan
ibumu!” pekik lantang letnan Untung mengomando seluruh anggotanya untuk terus
maju.
BOOM!!! Letusan ranjau
terinjak.. desingan peluru malam itu seperti alunan musik melankolis, menimbulkan
perasaan resah, sunyi, dan sendu.
“sial! Kenapa mereka
tidak menyerah saja..” gumam Pahang pada Santoso
“hey, apa kau disini
hanya untuk menyerah?”
“jika aku diberi
kesempatan untuk mengumpat didepan komandan mereka aku juga akan merontokkan
giginya hingga ia lari terkencing-kencing.. bajingan!”
“hahaha.. sudahlah, kau
jangan banyak bicara.. mereka kalah jumlah, selesaikan ini bung!”
Kota tua itu di tahan
habis-habisan oleh pemberontak yangterdesak dan mereka terus maju. Meringsek
hingga hanya berjarak beberapa meter, baku tembak terus terjadi dan semakin
memanas. Serdadu yang terluka dibawa ke belakang barisan untuk mendapatkan
pertolongan pertama. Serdadu lainya maju dan menambal sisi lainnya.
Perang ini mulai
berkecamuk semenjak pemberontak mengambil alih kekuasaan di negara bagian ini,
hanya kami yang tersisa dan kami terus berjuang, bergerilya daerah demi daerah
untuk merebut satu persatu kekuasaan yang telah dikuasai pemberontak. Bangunan kota menjadi
tempat berlindung, remang-remang cahaya lampu petromak hanya beradius 5 meter
pijarnya, selebihnya hanya mengandalkan insting dan arah tembakan saja.
Pahang mengarahkan moncong
senapan ke arah mereka, memicingkan mata tajam dan membidik, sepuluh tembakan
beruntun membuat suara mengaduh kesakitan di ujung sana, tanda ada satu musuh
tertembak.Tak sadar dan sedikit lalai sepersekiandetik darah segar muncrat dari
badannya, dada kirinya terkena tembakan. Sialnya Pahang juga terkena tembakan.
“aaaaarrghhhh!! Sial! Keparat..”
“seseorang terkena!! Seseorang terkena!!
Medis.. medis!!!” teriak santoso diantara suara tembakan
“kau tak apa Pahang?!”
“aku bisa menahan ini.. tak perlu
bantuan medis, mari selesaikan ini dan menunggu bantuan datang” balas Pahang
Petugas medis biasa
hanya memberi morfin dan menahan luka agar tak banyak darah tercucur, lebih
baik menahan luka ini dan bersisihan dengan kawan lainnya daripada menyerah
hanya dengan satu butir peluru bersarang di badanku ini, lalu menunggu kamp
medis didirikan setelah ini usai.
Lima belas menit berlalu
pemberontak menyerah, dan para serdadu dapat menduduki kota tua ini sesuai
perintah dari pusat militer di ibukota provinsi.
Beristirahat sembari
menunggu pasukan lain datang dan mengamankan wilayah ini. Tigapuluh menit kami
menunggu truk pembawa serdadu lainnya datang, untuk mengamankan dan bertahan di
kota tua tersebut, sehingga segala pasokan logistik menuju ke para pemberontak
tidak dapat terakses dan mereka akan segera terdesak.
Pintu truk berdebam
dibuka lebar-lebar para serdadu berhamburan keluar, semua sibuk di pos
masing-masing. Kamp-kamp didirikan untuk membuat pos baru di kota tua tersebut.
Ranjau dipasang dan semua pengamanan dipasang oleh beberapa unit lainnya. Dengan
cepat semua telah berdiri kokoh.
Pahang berjalan melihat
sekitar.. dan tak terasa perih di bagian bahu, dan darah merah bercucuran. Lubang
di bahuku tak hentinya mengeluarkan darah. Lalu terhenti dan duduk di samping Santoso di
depan perapian.
“kau butuh air? Santoso”
celetuk Pahang
“ahh tidak.. aku sedang
menikmati kedamaian sesaat ini, kemangan batin dan lahir, sebelum badai menerpa
lagi, terasa sangat damai bukan.. memang perang dalam sudut pandang tertentu
dibutuhkan, selain untuk mencari suatu kebenaran tetapi juga kedamaian.. perang
akan selalu ada tak pernah padam”
“ehh.. kenapa kau bicara
seperti itu?”
“kau tahu pahang, kita
hidup seperti di permainan.. berlari, menembak, dan menang jika menang. Pekan demi
pekan kita telah menguasai beberapa wilayah. Selesai merebut sini lanjut
melebur ke sisi lain.. perang yang didengungkan memberi kedamaian dan kebenaran
juga memiliki sisi gelap. Setelah sisi sini usai, esok kita akan merebut sisi
lainnya, sisi lainnya usai kita melanjutkan ke sisi berikutnya, begitu
seterusnya. Kita seperti mesin.”
“kupikir kita akan terus
seperti ini selama beberapa pekan kedepan, masih beberapa wilayah di tangan
para pemberontak itu. Wilayah demi wilayah mereka mulai runtuh, mereka
terdesak.. ini akan segera usai..”
BRUGKKKK!! Pahang tak
sadarkan diri,
Percakapan kami sesaat
setelah penyerbuan dilakukan, Santoso adalah serdadu yang sama dengan Pahang anggota
kompi 2 detasemen Gagakbirawa dibawah komando langsung dari pusat militer dan
dipimpin oleh Letnan Dua Untung. Dia adalah sahabat karib Pahang, saat ia
memasuki pelatihan dasar militer tiga tahun lalu, mereka selalu bersama dan
hingga saat ini mendapat misi yang sama.
Pahang terbangun dan
mendapati segala perlengkapan medis terpasang dengan disiplin di seluruh
badanku,riuh ramai kamp medis pagi itu sangat gaduh. Bangunan kota tua disulap
jadi markas pembantu operasi, dan Pahang terbaring dirawat oleh medis.
“ahh.. kau sudah
sadarkan diri kopral, syukurlah. Santoso membawamu kemari tadi malam” suara itu
memecah suasan gaduh di kamp itu, suara yang lembut dan meneduhkan hati. Wahyuni,
perawat militer yang juga kekasih Pahang, merawat Pahang hingga sadar.
“Wahyuni kau rupanya..
aku sangat merindukanmu dan berharap ini segera usai, apa kau baik-baik saja? Selama
berberapa pekan aku tak bisa memberi kabar padamu.. maafkan aku”
“aku baik saja, tapi aku
sangat mencemaskanmu.. kau bertempur sangat keras, bergerilya pagi, siang,
sore.. lalu kita dipertemukan di kamp
medis ini kau tertembak di bagian bahu,
tapi syukurlah kau masih hidup. Aku juga merindukanmu” balas Wahyuni, seraya
mengganti perban dan mengganti cairan infus yang sudah mulai habis..
“tapi aku tak bisa
berlama-lama disini, aku harus kembali.. kompiku berangkat fajar tadi. Dan aku
malah disini tak berdaya” Pahang terduduk dan mencopoti semua yang terpasang di
tubuhnya.
“kau masih terlalu
lemah, kau mengeluarkan banyak darah tadi malam”
“aku akan berangkat
menyusul mereka, maafkan aku wahyuni.. tapi ini sudah menjadi tugasku” ucap
Pahang sambil berjalan menuju loker tempat dimana barangnya disimpan.
“tapi..kau bisa saja
terbunuh jika menyusul sendiri. Aku takut kau tak kembali..” ucap Wahyuni
membuntuti sang kekasih
“dengar, aku tak akan
mati di sana.. aku berjanji padamu. Setelah perang usai aku akan menikahimu,
itu pasti. kau anugrah terindah ku, aku juga sangat merindukanmu. Tapi aku
harus kembali ke barisan” tutur Pahang
Mereka saling bertatap
mesra, bak Romeo dan Juliet akan berpisah. Tatapan sendu kedua pasangan ini. Suasana
riuh dan gegap gempita namun seakan sunyi. Kedua insan harus kembali berpisah
setelah hanya bertemu selama beberapa jam, dan harus berpisah lagi. Wahyuni pun
memeluk Pahang sangat erat. Tak terasa matanya mulai meneteskan air mata, air
mata cinta.
Setelah itu, Pahang
kembali ke kompinya. Ia menyusul perjalanan gerilyanya, maju hingga garis depan
sendiri. Tiga jam berjalan bermodal peta gerilya. Dari kejauhan terlihat
beberapa rekannya yang sedang beristirahat dan juga Santoso. Pahang lalu
menghampiri da kembali ke barisannya.
Suasana Pagi itu
terbilang dingin, selepas dari kota tua itu ditaklukan. Kompinya terus
bergerilya. Merebut semua sisi dari para pemberontak. Alam negeri ini tak
memihak para bedebah itu. Seluruh daratan di distrik ini mulai kembali, para
pemberontak terdesak. Hingga pada penghujung pertempuran hidup dan mati mereka.
Pertempuran untuk
terakhir kalinya akan dimulai, bertempur di benteng terakhir para pemberontak
itu. Di distrik paling utara negeri ini. Kami hanya berjumlah satu kompi kurang
lebih seratusan orang. Di benteng itu, ada ratusan pemberontak. Semua pemberontak
yang daerahnya telah kami rebut mundur ke daerah lainnya hingga mereka terdesak
ke benteng itu.
Benteng itu terletak di
delta sungai, tak tau berapa jumlah personil didalamnya seberapa. Kekuatan apa
saja tak tahu. Malam tiba seluruh anggota beristirahat di kamp dadakan satu
koma lima kilometer dari benteng tersebut. Malam itu sangat sunyi tenang dan
wingit. Esok adalah hari terakhir pertempuran yang juga akan menjadi bersejarah
bagi satu kompi tersebut. Akankah memenangkan pertempuran atau malah terpukul
mundur. Rencana dan strategi sudah matang. Telik sandi memberi informasi dan
berbagai kabar bagus sekaligus keuntungan bagi mereka. Saat fajar tiba mereka
mulai menyerbu.
“kau siap untuk hari
bersejarah ini? Pahang”
“aku selalu siap untuk
semua bentuk sejarah.. esok akan terpatri namaku di buku anak sekolahan, Kopral
Dua Pahang pahlawan nasional.. bla..
bla.. bla.. hahahaha”
“kau tak akan masuk, aku
yang akan menghiasi semua radio-radio di negeri ini.. Pahang, kau tauu Kopral
Dua Santoso. Eh.. kudengar kau akan menikah setelah ini usai?”
“yaa aku akan menikah. Dan
kau akan hadir.. dan melihatku berciuman dengan wahyuni, jadi kapan aku bisa
melihat kau berciuman di pelaminan.. hahaha”
Santoso hanya senyum
kecut lalu menjitak kepala Pahang. Sahabat karib ini selalu bergurau sebelum
operasi.
Operasi dimulai. Fajar pun
tiba.. semua berbaris sesuai formasi, Pahang dan Santoso berada di garis depan.
Letnan Untung mengomando agar tetap senyap dan tenang. Dua puluh menit. Mereka berhasil
mengepung benteng. Moncong-moncong senjata terarah ke dalam benteng tersebut.
Jual beli tembakan
terjadi cukup lama, kami kalah jumlah dan kekuatan. Mereka memiliki senjata berat
altileri dan peluru tajam. kami terdesak, hanya berlindung di parit-parit atau
di tempat aman. Berondongan senapan mesin menderau derau tak karuan, desingan
peluru terkena besi atau tembok terdengar jelas.
“letnan bagaimana ini?!!”
teriak Pahang pada letnan Untung
“entahlah disini tampak
rumit, Pahang.. aku sedang memikirkannya. Kau punya granat?”
“tak tau, sepertinya aku
masih menyisakan beberapa butir”
“lemparkan tepat saat
mereka mengisi peluru, itu bisa memberikan jeda untuk kita maju dan masuk”
“baik, letnan..” ujarku
Sedetik, mereka mengisi
ulang senapan mereka. Aku melemparkan dua granat tepat ke arah mereka. BOOOM!! Dalam
sekejap mereka berhamburan.
“Majuuuu!!!!” Teriakan
letnan Untung mengomando
Seluruh serdadu maju dan
mulai memasuki benteng. Termasuk Pahang dan Santoso. Pertarungan jarak dekat,
kompi ini jelas diunggulkan. Ini kompi terbaik yang dikirim dari pusat komando
dan selama beberapa pekan terakhir mengobrak abrik berpuluh-puluh pos
pemberontak seantero negeri.
Satu jam, benteng itu
sudah terbalik keadaanya. Darah mngelalir dimana-mana. Tumpes tapis, puluhan pemberontak tergeletak di sana sini. Termasuk
juga jasad para pejuang, para serdadu kusuma bangsa yang gugur saat itu. Termasuk
Pahang. Kopral Dua Pahang yang gugur saat mengetahui ada bom di sudut benteng
tersebut, ia berlari membawa bom tersebut.
Membawanya keluar dari benteng, tapi naas sebelum ia melempar bom
tersebut, bom sudah meledak. Dan tubuh sang Kopral berhambur. ia gugur sebagai pahlawan, kusuma bangsa, ksatria muda.
Santoso terpukul atas
kejadian tersebut. Ia meraih sepucuk surat di saku baju Pahang, dan menyimpannya,
untuk diberikan kepada Wahyuni. Sang kekasih yang dicintai Pahang melebihi
siapapun.
Perang telah usai, dan
Wahyuni menanti kehadiran sang kekasih. Semua prajurit kompi, berpuluh-puluh
batalyon sudah pulang. Kamp-kamp medis dipenuhi oleh serdadu namun ia tak
mendapati sang kekasih. Hingga ia bertemu dengan Santoso.
“kau kemana..” gumam
Wahyuni,
“maaf.. ada titipan
surat untukmu” tatap kesedihan juga dirasakan oleh Santoso,lalu ia meninggalkan
wahyuni dengan surat tersebut.
Wahyuni sangat terkejut,
membawa kata demi kata surat itu. Surat dari saku baju Pahang, yang sedikit
terkena muncratan darah merah. Serangan panik tenggorokannya seperti tercekat
tak mampu berkata-kata, udara dari mulut tersumpal di bagian tenggorokan paling
bawah, membuatnya sulit bernafas, tetesan demi tetesan air mata seirama dengan
tiap kata yang tertulis. Dan juga surat belasungkawa dari pusat komando. Wahyuni
ambruk dan tak sadarkan diri.
Dan saat terbangun ia
mendapati kenyataan bahwa Pahang telah
tiada, sang kekasih gugur sebagai pahlawan. Terdengar kasak-kusuk, basa-bisik,
bahwa sang pahlawan itu sangat berjasa di operasi ini. Namanya selalu terngiang
di benak Wahyuni, kenangan demi kenangan tergambar jelas.
Seiring berjalannya
waktu berjalan Wahyuni kembali pulih, ia sedikit selangkah lebih maju dari
lubang kesedihan yang menghantuinya. Menlanjutkan hidup tanpa sang kekasih. Meraih
asa, menggapai cita, menikmati kemerdekaan negerinya. Setelah perang usai semua
bahagia dan tersenyum tapi masih ada sedikit kesedihan di hati Wahyuni. Damai dan
tentram. Memang benar perang ada untuk suatu kepentingan banyak orang, mencari
kebenaran, kebahagiaan, dan juga kedamaian. Teapi perang juga meninggalkan
bagian gelap yang tertutup, tak terlihat tetapi ada dan akan terus ada, dan
begitulah sabda alam dan hukumnya.
No comments:
Post a Comment