Petir menggelegar dan serentetan kilat menyambar-nyambar,
hujan ubahnya seperti air laut yag ditumpahkan.Kopi espresso yang kupesan sejam
lalu nampak tinggal ampasnya saja, tak lama hujan mereda menyisakan
ricis-gerimis, membasahi jalanan dan bangunan kota membuatnya berkilauan
berbinar terkena air hujan. Cafe itu terletak dijalan utama.
Aku melihat keluar cafe Italia itu, halte didepan nampak penuh
dan berjejal orang menunggu bis atau sekedar meneduh menunggu hujan benar-benar
reda. Kulihat kau berdiri diantara kerumunan itu , berbalut blazer abu-abu,
celana hitam dan syal hitam melingkar dilehermu.
Aku bergegas keluar di pintu cafe, seraya mengatupkan kedua
tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Eeeeeenzy!”
Lalu bayangan tubuhku berusaha bersembunyi di belakang
pekatnya mendung sore, jatuh bagai tetesan air mengenai dahan-dahan.
Kau membalasnya dengan anggukan manja, dan ku isyaratkan kau
untuk menunggu kedatanganku. Kubuka payung hitam hadiah sabun cuci piring itu,
melangkahkan kaki keluar cafe berjalan dibawah tetesan gerimis dan menyebrang
jalan protokol kota.
“Hujan,” katamu sambil tersenyum
“ya, nona dan kau tampak kedinginan jadi mari bergegas
kuantar kau pulang”
Kau berdiri disampingku dibawah naungan payung hitamku, aku
mulai merasa tak waras, badanku panas dingin tak karuan, jantung mulai memompa
lebih kencang.
Kau dan aku mulai berjalan di sepanjang trotoar, kau
berceloteh apa saja,tak jarang kau tertawa kecil mendengar gurauanku. Aku masih
memperhatikanmu, segala tingkahmu, dan menikmati bentuk keindahan tuhan yang
dititiskan padamu. Kau begitu berkarisma dan terlihat menerimaku dengan
sukacita.
Setelah melewati dua blok lagi, lalu belok kiri. Perjalanan ini
terasa sangat singkat, tak terasa. Di trotoar kota ini tiba-tiba kau
menggenggam tanganku, yang sontak membuat mukaku merah padam, dan kau seolah
seperti biasa saja. Untuk pertama kalinya kau menggenggam tanganku begitu erat.
“sore yang dingin, ya. Apa kau mau mampir sebentar ke
rumahku, untuk minum teh” katamu lembut
“boleh, lagipula kopi esspreso tadi hanya menghangatkanku
sewaktu di Cafe. Dijalan, menghangatkan badan hanya perlu melihatmu, selepas
ini jika berpisah denganmu aku akan kedinginan. Maka minum teh dirumahmu itu
ide bagus, bisa menghangatkanku untuk berjam-jam kedepan”
“baiklah, kau takkan kubiarkan memandangiku agar kau
kedinginan” balasmu, disambut dengan tawa renyahmu
Di ujung jalan nampak pagar rumahmu. Payung sudah ditutup hujan
sore telah reda, menyisakan cahaya
temaram senja diujung barat.
“apa boleh aku duduk disini?, sofamu nampak seperti cheesecake”
“ohh tentu, kau boleh duduk dimanapun kau suka” balasmu
sambil nyengir
“baiklah”
“tunggu sebentar, aku akan ganti baju dan menyiapkan teh
untuk kita berdua” katamu, menaiki tangga ke kamarmu
“dengan senang hati, aku akan menunggu nona cantik!” sahutku,
memandangi perapian rumahmu
Tak lama berselang, kau datang membawa dua cangkir earl grey tea dan duduk bersebelahan
denganku memandangi perapian.
“apakah aku boleh memegang tanganmu lagi?”
“tak boleh, kau harus membayarnya di kantor pajak, yang
pelayannya nyonya tua berkacamata kecil”
“tentu saja aku akan membayar..”
“ohh ya, kau pasti akan kena omelnya karena terlambat dan
jatuh tempo”
“Kita pergi ke sana berdua. Setelah itu kita bisa
berjalan-jalan di pinggir sungai dan dermaga, dan kau tak bisa menolak” kataku,
sembari memegang perlahan tangan halusnya
“kita bisa berjalan-jalan ke Rue Vielle du, dan menikmati senja di Place du Trocadero”
“Boleh. Kita bisa jalan kemana pun kita mau dan berhenti di
salah satu kedai kopi di mana kita tidak kenal siapa-siapa dan tak ada orang
yang mengenal kita juga; lalu menikmati secangkir kopi”
“atau beberapa cangkir”
“setelah itu kita bisa makan di tempat lain”
“jangan, kita harus menggunakan uang itu untuk membayar
pajak ini” katanya, senyum dan menunjukkan tangannya yang tergenggam erat
“Kalau gitu kita pulang setelah minum kopi dan makan di
rumah, ditemani sebotol anggur murah dari kantor koperasi di seberang jalan.
Setelah itu kita bisa membaca buku-buku yang baru saja kupinjam, lalu pergi
tidur dan bercinta.”
“dan kita akan saling mencintai untuk selamanya”
“selamanyaaaa.. ya ,selamanyaaa..” kau lalu mendekatkan
bibir merahmuda itu ke bibirku...
***
..dan aku tersentak , terbangun dengan bibir dipenuhi air liur. Fotomu masih terpampang jelas di dinding kamarku dan aku terbangun dari lelap. Kulihat jam masih pukul tiga dini hari, kantuk masih di pelupuk mata.
“Selamat pagi nona," kataku. "semoga harimu menyenangkan..”
kulontarkan kata itu, sambil tersenyum melirik fotomu.
Kulanjutkan tidurku dan berharap bertemu lagi denganmu lagi
di mimpi, itu satu-satunya caraku untuk bisa mencintaimu karena aku takkan
sampai hati untuk menyentuhmu. Nona,
===
Bersambung..
===
Bersambung..
No comments:
Post a Comment